Bank Indonesia memprediksikan inflasi akhir Juni 2015 akan mencapai 0,66% secara month to month seiring masih tingginya tekanan dari volatilitas makanan.

Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo mengatakan hingga akhir tahun ini, laju inflasi hingga Juni 2015 bisa mencapai 7,4% secara year on year dan kondisi tersebut bisa kemungkinan bakal berubah mengingat adanya efek el nino.

“Inflasi minggu kedua Juni sudah 0,44%, kalau satu bulan ini bisa capai 0,66%,” ungkapnya, Jumat (19/6/2015).

Agus menuturkan komoditas yang juga berpotensi menyumpang peningkatan inflasi adalah daging ayam ras, telur ayam, cabai, bawang merah dan jenis makanan lainnya. Namun, dia mengklaim kalau target inflasi 4% plus minus 1% pada tahun ini bisa tercapai.

Sebelumnya, tekanan inflasi pada Mei 2015 meningkat didorong oleh gejolak harga bahan makanan. Badan Pusat Statistik merilis laju inflasi IHK Mei 2015 tercatat sebesar 0,5% m-t-m atau 7,15% y-o-y, lebih tinggi dari inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 0,36% m-t-m atau 6,79% y-o-y, terutama disebabkan oleh peningkatan inflasi bahan makanan bergejolak (volatile food).

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara menuturkan peningkatan inflasi volatile food disebabkan oleh berkurangnya pasokan, terutama akibat gangguan cuaca. Menurutnya, tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok harga barang yang dikendalikan oleh pemerintah (administered prices), terutama didorong oleh kenaikan tarif listrik dan tarif angkutan udara.

Tirta menuturkan BI bakal terus mencermati risiko yang memengaruhi inflasi, khususnya perkembangan harga minyak dunia, nilai tukar, penyesuaian administered prices, faktor musiman selama Ramadhan dan menjelang Lebaran, serta gejolak harga pangan terkait dengan kemungkinan terjadinya El Nino.

Untuk mengendalikan inflasi, katanya, BI akan terus memperkuat koordinasi kebijakan pengendalian inflasi di tingkat pusat dan daerah, melalui forum tim pengendalian inflasi (TPI) dan kelompok kerja nasional tim pengendalian inflasi paerah (Pokjanas TPID), terutama dengan memastikan kecukupan pasokan.

 

“lokasi –lokasi yang akan di pantau, pasar, SPBU, serta gudang bahan-bahan kebutuhan pokok, untuk mencegah aksi penimbunan barang yang biasanya dilakukan oleh para spekulan untuk mengambil keuntungan pribadi. Ketika permintaan tinggi, dengan stok barang di pasar sangat terbatas, akan memicu harga melonjak tinggi. Dampaknya jelas akan meningkatkan Inflasi. Makanya perlu di pantau,” Tambah Wawali Kotamobagu, Jainuddin Damopolii..

Bahkan lebih lanjut lagi Jainuddin, menambahkan bahwa, untuk menekan meningkatnya angka inflasi, Pemerintah akan melaksanakan operasi pasar murah, yang tujuannya membantu masyrakat, serta menekan naiknya harga bahan pokok. “Guna mengantisipasi meningkatnya angka inflasi, maka, kami Pemerintah Kotamobagu, juga kan melaksanakan operasi pasar murah,” Ucap Jainudin.

Sebagai Infromasi, saat ini telah terbentuk 93 TPID di 33 provinsi yang mencerminkan semakin tingginya kesadaran daerah terhadap implikasi inflasi bagi kegiatan pembangunan dan untuk kesejahteraan masyarakat secara umum.

Pokjanas TPID berperan dalam mengkoordinasikan sekaligus mengarahkan berbagai kegiatan yang dilakukan oleh TPID dalam menjaga stabilitas harga di daerah. Selain itu, Pokjanas TPID dibangun sebagai sarana untuk memperkuat sinergi pusat-daerah dalam mengatasi berbagai persoalan di daerah yang memerlukan kebijakan pemerintah pusat. Berbagai rekomendasi pengendalian harga yang dihasilkan TPID dinilai sedikit banyak telah membantu pemangku kepentingan di daerah dalam merumuskan kebijakan terkait pengendalian harga.

Bagikan artikel ini
Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on print